Perupa Ida Bagus Putu Purwa Gelar Karya 'Lepas Kala' di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Minggu, 21 Januari 2024 : 12.19

Perupa Ida Bagus Putu Purwa. (Foto: Instagram @ida.purwa.7) 

INIBALI.COM
– Perupa asal Sanur, Bali, Ida Bagus Putu Purwa, memamerkan sejumlah karya di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.

Pameran bertajuk Lepas Kala yang dikuratori Suwarno Wisetrotomo ini bakal berlangsung 15-31 Januari 2024.

Perupa yang akrab disapa Gus Purwa ini merupakan salah satu seniman kontemporer yang intens mengamati dan mengeksplorasi keanggunan laki-laki dalam berbagai gerak.

Karya perupa kelahiran 1977 ini menampilkan sosok laki-laki dihidupkan dengan gerak dan emosi yang kuat, menyiratkan kebebasan serta kemerdekaan jiwa.

Berbeda dengan lukisan figuratif pada umumnya, Gus Purwa (alumnus STSI, kini ISI Denpasar) tidak mengandalkan ekspresi wajah untuk menyampaikan isyarat emosional dan lebih menekankan pada posisi serta detail anatomi tubuh.

Kurator Suwarno Wisetrotomo dalam pengantar pameran ini menyebut praktik (berkarya) seni berada dalam ruang penuh tegangan, misterius, sekaligus indah; berkesenian merupakan cara bersuara, menyuarakan, membela, dan melepaskan “sesuatu”, sebutlah seperti keyakinan, sikap, jerat, perkara sosial, pandangan atau pilihan politik, dan lain-lain. 

Tentu saja secara simultan seniman memiliki pergulatan yang tidak mudah untuk menemukan bentuk yang dianggap tepat terkait pesan yang dibebankan pada karya gubahannya. 

“Tidak mudah, karena pada karya terdapat berlapis persoalan yang pada fase berikutnya akan dilihat orang lain,” katanya. 

Jangan lupa, mereka, memiliki referensi/preferensi bermacam ragam sebagai modal menimati sekaligus produksi pengetahuan seni. 

Karena itu terhadap suatu karya tidak terjadi penerimaan mutlak, mau pun sebaliknya penolakan mutlak. Selalu ada kemungkinan pada keduanya.

Salah satu karya Ida Bagus Putu Purwa (Foto: Gus Purwa)

Suwarno menyebut pameran tunggal Gus Purwa ini merupakan trajektori ringkas proses kreatif kepelukisannya di sekitar ketika dirinya berada dalam situasi chaotic yang dihayati dan dieksplorasi: tubuh sebagai metafora, tubuh yang menggeliat, meregang, tangan yang mendekap atau meraih, wajah tegang. 

Kata dia gerak-gerak impulsif sekitar 20 karya lukisan dalam pameran ini dihasratkan untuk; pertama, memahami bagaimana seorang pelukis menggali persoalan dirinya bertungkus lumus hingga menemukan bentuk dan ekspresi yang tepat.

“Ini sekaligus menjadi kanal pelepasan dari situasi disorder menjadi order; kemuraman yang diledakkan menjadi visual yang teatrikal; melepaskan diri dari jerat –tali dan waktu,” ujar Suwarno yang juga dosen ISI Yogyakarta itu.

Kedua, melihat dan memahami karya-karya Gus Purwa dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk memahami dan mengapresiasi karya-karya berikutnya yang sangat berbeda, lebih berwarna dan ornamentik, dengan pesan lebih luas, yakni menyoroti kehidupan tradisi (Bali) dan krisis lingkungan, disertai harapan-harapan baik. 

“Suatu pengalaman proses kreatif yang penting untuk dibagi dan dilihat kembali,” tutur Suwarno.

Karya Gus Purwa pernah disajikan pada sejumlah pameran internasional di Asia dan Eropa termasuk Bangkok, Tokyo, Hong Kong, Seoul, Melbourne, Amsterdam, Dublin, Berlin, dan Basel.(mas)