Pertemuan Bali SPA Bersatau, Jumat 12 Januari 2024. (Foto: Dok. BSB)
INIBALI.COM - Para pengusaha SPA di Bali mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk peninjaun kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bakal mengancam keberlangsungan usaha SPA.
Selain itu komunitas yang disebut Bali SPA Bersatau menolak kenaikan pajak 40 persen yang bakal membuat usaha SPA gulung tikar.
Ketua Inisiator Bali SPA Bersatu Gusti Ketut Jayeng Saputra mengatakan pihaknya akan terus memperjuangkan keberadaan usaha ini dan melakukan pengembalian definisi di bidang usaha SPA sesuai dengan KBLI 2020 berlandaskan standar internasional.
“Kami akan terus memperjuangkan keberadaan pengusaha di bidang bisnis SPA serta masyarakat lain yang terkait dengan usaha SPA langsung maupun tidak langsung yang merupakan penyumbang besar perekonomian negara ini,” katanya dalam pertemuan komunitas SPA Bali Bersatu, Jumat, 12 Januari 2024.
Komunitas ini juga menolak ditetapkannya pajak SPA terendah 40 persen dan tertinggi 75 persen terkait disahkannnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Keberatan lainnya, dalam UU No 1 Thaun 220 itu memasukkan usaha SPA dalam kategori jasa kesenian dan hiburan yang tidak sesuai dengan kegiatan SPA itu seniri.
Gusti Ketut Jayeng Saputra menjelaskan SPA merupakan layanan jasa kesehatan dan perawatan dengan memadukan metode tradisional dan moderen secara holistik.
Aktivitas SPA menggunakan air dan pendukung perawatan lain berupa pijat menggunakan ramuan, terapi aroma, latihan fisik, terapi warna, terapi musik, makanan dan minuman.
"Layanan SPA bertujuan untuk menyeimbangkan kebugaran tubuh (body), pikiran (mind), dan jiwa (soul) sehingga badan relaks dan bugar untuk kesehatan yang optimal," ujarnya.
Mereka yang tergabung dalam komunitas ini adalah para pengusaha SPA, pelaku spa, asosisasi pengusaha SPA, Bali SPA & Wellness Association, Ubud SPA & Wellness dan masyarakat yang terkait kegiatan usaha SPA di seluruh kabupaten di Bali.
Gusti Ketut Jayeng Saputra menyebut cara pemerintah membuat kebijakan ke pelaku usaha tanpa sosialisasi sangat merugikan para pemangku kepentingan SPA di Bali.
Kata dia pengusaha SPA di Bali sudah melakukan berbagai upaya, berbicara dengan Dinas Pariwisata Provinsi Bali, melakukan judicial review, dan pihak-pihak lainnya.
Gusti Ketut Jayeng Saputra bersama para pengusaha SPA berharap membatalkan kenaikan pajak hingga 40 persen.
"Kenaikan pajak 40 persen itu jelas sangat memberatkan, apalagi SPA dikategorikan hiburan," tegasnya.
Kata dia SPA di Bali terancam bangkrut dan para terapis SPA bakal memilih jalan bekerja keluar negeri jika pemerintah tetap memberlakukan UU Nomor 1 Tahun 2020.
“Kami berharap SPA di Bali tidak masuk ke kategori hiburan. Kami memiliki kajian SPA Wellnes dan mengacu kepada standar internasional sebagai bagian dari layanan di bidang pariwisata," ucapnya.
Kegiatan bisnis SPA, lanjut Gusti Ketut Jayeng Saputra, selayaknya dilindungi negara sebagai tradisi dan budaya bangsa dengan membuat peraturan yang adil khususnya aturan mengenai beban pajak usaha SPA.
“Pemerintah daerah seharusnya memberi masukan kepada pemerintah pusat dan institusi terkait untuk mengkaji ulang atas beban kenaikan pajak minimal 40 persen yang bakal mencekik usaha SPA,” tuturnya.
Gusti Ketut Jayeng Saputra mengatakan telah mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dia menyebut pengajuan tersebut telah diterima Mahkamah Konstitusi dengan tanda terima Nomor 10-1/PUU/PAN.MK/AP3.
"Kami berharap Pj Gubernur Bali membantu upaya kami judicial review demi kelangsungan usaha SPA yang sangat digemari wisatawan mancanegara.(mas)