Temu Seni Tari Berakhir, Para Koreografer Unjuk Karya dan Pentas di Pura Samuan Tiga Bedulu

Senin, 25 Juli 2022 : 04.52

Salah satu penampil kolaborasi dalam pentas pamungkas Temu Seni Tari di teater terbuka Pura Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar, Bali, Sabtu 23 Juli 2022 malam. (Foto: Dok. Temu Seni Tari)

INIBALI.COM – Delapan belas koreografer muda Indonesia telah paripurna mengikuti Temu Seni Tari selama sepekan di Bali dan mengakhirinya dengan pentas bersama di Pura Samuan Tiga, Gianyar, Sabtu 23 Juli 2022.

Para koreografer muda yang terpilih dari sejumlah daerah itu menjanali kegiatan laboratorium seni, diskusi dan sarasehan, dan kunjungan ke situs budaya dengan pendampingan oleh fasilitator.

Temu Seni Tari yang berlangsung di Ubud, Bali sejak 18 hingga 24 Juli 2022 ini dinisiasi Direktorat Perfilman, Musik, dan Media; Dirjen Kebudayaan; Kemendikbudristek sebagai ajang silaturahmi, apresiasi, dan jejaring seni tari sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022.

Fasilitator Temu Seni Tari Helly Minarti mengatakan ajang ini telah menumbuhkan kolaborasi, pertemanan baru, dan kesadaran bahwa ‘aku tidak sendirian’ kesempatan untuk berjejaring. 

“Ada permasalahan yang dialami dan rasakan oleh setiap koreografer dari tempat asalnya masing-masing. Di Temu Seni ini, mereka saling berbagi strategi untuk mencari solusi, berteman, berkomunikasi, dan membangun rasa bahwa mereka sama sekali tidak sendirian,” kata Helly di sela-sela pementasan yang berlangusng sejak siang hingga malam pada akhir pekan lalu.

Fasilitator yang lain, Joned Suryatmoko mengatakan ajang ini memberikan berbagai kemungkinan yang berguna kelak saat para koreografer muda ini kembali ke kota asal di mana mereka bisa menggerakkan praktik-praktik seni tari dengan membawa cakrawala baru, metode penggarapan, dan materi karya yang lebih banyak.


 “Pementasan hari ini memperlihatkan adanya pilihan praktik artistik yang beragam, karena pentas solo maupun kolaborasi bisa dilihat sebagai praktik yang berbeda dalam arti penampilan di atas panggung, namun secara makna produksi yang luas, pada dasarnya dalam seni tari, ini sesungguhnya adalah sebuah ikhtiar dan kerja kolektif,” tuturnya. 

Salah seorang penampil dari Solo, Mekratingrum Hapsari menuturkan tentang karyanya A Day to Remember yang ingin memberikan wadah dan ruang dalam pertunjukkan ini kepada audiens untuk berpartisipasi dalam mengingat memori-memori yang telah mereka alami dan miliki. 

“Yang jelas melalui Temu Seni ini akan semakin banyak garapan kolaborasi bersama teman-teman peserta dari berbagai daerah,” ucapnya. 

Kurniadi Ilham, koreografer muda dari Jambi menjelaskan karya kolaborasinya: Sssst! Yang menyajikan semacam paradoks dan kontradiksi. Inspirasinya adalah kepedulian dan kekhawatirannya terhadap situs cagar budaya dan ekosistem yang ada disekitarnya yang terancam kemajuan industri. 

“Saya bersyukur dari ajang ini tumbuh embrio untuk membesarkan masa depan dunia seni tari Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan kita,” katanya. 

Koreografer dari Solo, Razan Wirjosandjojo, tampil dengan karyanya Ayam. Selama tampil di panggung terbuka, ia membawa ayam berwarna putih yang diandaikan sebagai sebuah arca dewa tajen dan tradisi sabung ayam.

Karya ini, lanjut Razan, mengungkapkan prediksi tentang ketidakpastian atas pemenang di arena. 

Pada kolaborasi dengan garapan Sabung, Razan tampil bersama Kurniadi Ilham dari Sumbar, Priccilia E.M Rumbiak dari Papua, dan Yezyuruni Forinti dari Jailolo, Maluku. 

“Kami mencoba bereksperimen dari sebuah notasi koreografi dengan menambahkan elemen judi dan bertarung ayam atau sabung,” ujarnya.

Dari pementasan penutup ini Razan merasa begitu besar peluang kolaborasi terbuka setelah Temu Seni ini berakhir dan merampungkan proses yang begitu berharga.

Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 Melati Suryodarmo menilai pertunjukan pamungkas Temu Seni ini adalah momen menarik sebagai sebuah pertunjukan karya dari koreografer muda Indonesia dengan proses pengkaryaan melalui pendekatan yang berbeda dan istimewa.

Kata dia karya yang ditampilkan berdasarkan pemahaman tentang situs cagar budaya terdekat di wilayahnya, namun bebas diinterpretasikan dan dikembangkan sesuai kekaryaan masing-masing. 

Ia menambahkan dari ajang ini para koreografer muda semakin memahami pengalaman berkarya terkait peninggalan masa lampau, tapi juga berorientasi pada praktik kontemporer yang visioner dalam versi yang berbeda-beda.***