Peserta Temu Seni Tari Napak Tilas di Situs Gunung Kawi, Kembangkan Karya untuk Indonesia Bertutur 2022

Selasa, 19 Juli 2022 : 21.58

Koreografer muda Indonesia peserta Temu Seni Tari dalam program Indonesia Bertutur 2022 mengikuti sesi Laboratorium Seni di Pura Gunung Kawi, Tampaksiring, Gianyar, Selasa 19 Juli 2022. (Foto: Dok. Panitia Temu Seni Tari)

INIBALI.COM - Program Temu Seni Tari yang digelar di Ubud Bali diawali dengan kegiatan napak tilas dan sarasehan tentang situs cagar budaya Gunung Kawi, Tampaksiring, Gianyar, Bali.

Sebanyak 18 koreografer dari berbagai wilayah Indonesia menyaksikan, mengenal, dan memahami tentang sejarah, seni dan budaya di situs Gunung Kawi. 

Dalam sesi Laboratorium Seni ini mereka mempraktikkan secara organik dan terbuka serta mengangkat tema sesuai dengan apa yang dipilih melalui kesepakatan bersama melalui diskusi-diskusi terfokus.

Acara yang dihelat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan ini berlangsung di Ubud, Gianyar, Bali 18-24 Juli 2022. 

Kurator seni rupa dan narasumber Temu Seni Tari I Made Susanta Dwitanaya mengatakan Napak Tilas Gunung Kawi dirancang untuk mengajak koreografer muda mengenal bentuk, nama dan fungsi candi-candi yang ada di situs ini, sehingga mereka bisa meyerap vibrasi dan rasa dari masa lampau yang bisa menjadi sumber kekaryaan mereka. 

“Saya melihat beberapa peserta bahkan sudah bisa merespon dengan tari dan olah tubuh di Candi Lima, sepertinya vibrasi dan suasana hening di Gunung Kawi benar-benar menginsiprasi mereka,” kata Susanta di sela-sela Napak Tilas di Gunung Kawi, Selasa 19 Juli 2022.

Sastrawan dan narasumber Temu Seni Tari Ketut Eriadi Ariana dalam sesi sarasehan memaparkan sebagai sebuah cagar budaya Gunung Kawi memiliki derajat yang tinggi karena ditetapkan juga oleh United Nations Educational, Scientif and Cultural Organization (UNESCO) sebagai World Heritage. 

Eriadi menjelaskan Gunung Kawi yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, Gianyar merupakan situs suci yang sangat penting bagi peradaban dan budaya Bali , menjadi salah satu inspirasi lahirnya karya sastra di Bali. 

Dia menyebut kompleks candi ini merupakan gambaran refleksi filosofi bahwa air memiliki keselarasan dalam konteks rohani dan keilmuan, mengalir dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, menjadi tumpuan dalam membangun gagasan kreatif.

Narasumber lain yang juga merupakan sastrawan dan peneliti, Ni Made Ari Dwijayanthi mengutarakan Gunung Kawi bukan sekadar pura atau candi, tapi juga merupakan bagian dari hidupnya saya sejak kecil. 

“Keluarga kami memiliki kios kecil di sepetak lahan persawahan warisan leluhur di sekitar Pura Gunung Kawi, dan kami juga bagian dari warga Krama Pangempon Pura Gunung Kawi dengan tugas utama menjaga dan melanjutkan setiap ritual di dalam situs Pura Gunung Kawi,” tuturnya.

Dwijayanthi menuturkan fungsi utama sebuah situs sejarah di Bali adalah sebagai tempat suci, tempat manusia Bali merayakan momentum penghayatan spiritualitas dan tempat belajar mengenali diri dan kehidupan.

Fasilitator Temu Seni Tari Joned Suryatmoko memaparkan seusai napak tilas peserta akan memulai sesi laboratorium pertama. Sebagai langkah awal, dengan mengenal Gunung Kawi secara fisik, secara artistik, mereka bisa mulai kegiatan berbagi metode penciptaan satu sama lain dan menyiapkan kolaborasi yang akan disajikan di akhir di sesi laboratorium berikutnya.

Krisna Satya, peserta Temu Seni Tari yang berasal dari Bali mengungkapkan kunjungan ke Gunung kawi kali ini lebih memberikan pendalaman dan pemahaman yang yang memungkinkan dirinya memasuki ruang-ruang eksplorasi dan ide koreografi.

Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 Melati Suryodarmo menjelaskan ajang Temu Seni Tari menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 ini diadakan dengan mengacu pada kerangka besar: “Mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan”. 

Dia berharap pengalaman akan masa lampau tidak hanya ditengok ulang lewat situs cagar budaya, namun juga dipertemukan dengan perspektif dan tubuh kekinian. Harapannya, laboratorium ini bisa mengenali kaitan dan keberlanjutan yang lampau dan yang akan datang lewat praktik-praktik ketubuhan dalam tari dan koreografi.

Delapan belas koreografer muda dengan aneka genre dan berasal dari berbagai tempat di Indonesia itu hadir dalam acara Temu Seni Tari yakni sebuah ajang silaturahmi, apresiasi dan jejaring seni tari sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.

Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.

Temu Seni dengan tema tari yang dilaksanakan di Bali melibatkan 18 peserta dari berbagai provinsi, 2 fasilitator, yaitu peneliti dan kurator seni pertunjukan Helly Minarti dan seniman teater dan penulis Joned Suryatmoko.

Selain itu ada 6 narasumber yakni kurator dan pendidik seni rupa I Made Susanta Dwitanaya, sastrawan dan dosen I Ketut Eriadi Ariana, sastrawan dan peneliti Ni Made Ari Dwijayanthi, sastrawan dan penulis Carma Citrawati, pengajar dan ahli gizi I Putu Suiraoka dan penari senior I Ketut Rina. 

Ajang Temu Seni Tari di Bali ini terwujud bekerja sama dengan komunitas Teater Kalangan yang berperan penting untuk merancang program dan pelaksanaan acara. Teater Kalangan merupakan kolektif lintas disiplin pertunjukan yang berbasis di Denpasar, Bali, beranggotakan insan dari berbagai lintas disiplin ilmu.

Delapan belas koreografer muda Indonesia terlibat dalam Temu Seni kali ini adalah Alisa Soelaeman, Angelina Ayuni Praise, Ayu Anantha Putri, Ayu Permata Sari, Bhatara Swargaloka, Eka Wahyuni, Ela Mutiara Jaya Waluya, Gede Agus Krisna Dwipayana, I Komang Adi Pranata, I Nyoman Krisna Satya Utama, I Putu Bagus Bang Sada Graha Saputra, Kurniadi Ilham, Mekratingrum Hapsari, Pebri Irawan, Puri Senjani Apriliani, Razan Wirjosandjojo dan Yezyuruni Forinti. (wan)