Pameran Rizoma: Empat Perupa 'Ten Fine Art' Gelar Karya di Rumah Paros

Kamis, 01 April 2021 : 14.33

Suasana ruang pamer Rumah Paros, Banjar Palak, Sukawati, Gianyar.

GIANYAR (inibali.com): Rumah Paros, Banjar Palak, Sukawati menghadirkan 29 karya dari empat perupa Ida Bagus Putu Purwa, Wayan  Paramarta, Made Budiadnyana dan AA Ngurah Paramartha dalam pameran bertajuk “Rizoma” 1-9 April 2021.

Pemilik Rumah Paros Made Kaek mengatakan galeri yang telah beraktivitas selama 20 tahun lebih itu seakan berkejaran dengan kreativitas para perupa.

“Saat para seniman tetap berkarya dalam masa pandemi Covid-19, kami tetap membuka diri untuk menjembatani kekaryaan mereka agar bisa diikmati publik,” katanya di sela-sela persiapan pembukaan pameran, Kamis (1/4/2021) siang.

Menurut Kaek yang juga perupa ini denyut berkesenian tidak boleh mandek, semangat seniman tak boleh kendor meskipun pandemi membuat tiarap hapir seluruh lini kehidupan. 

Kata dia Rumah Paros menyiapkan ruang bagi seniman untuk berpameran, tentu, dengan menerapkan protokol kesehatan saat pembukaan dan sepanjang hari buka pameran pukul 9.00-17.00 Wita. Ia berharap karya dari empat perupa anggota Ten Fine Art ini bisa diapresiasi khalayak dengan baik pada masa pandemi ini. 

Kiri ke kanan: AA Ngurah Paramartha, Ida Bagus Putu Purwa, I Made Budiadnyana, dan Wayan Paramarta.

Kurator pameran Dewa Gede Purwita-Sukahet mengatakan kreativitas, seperti dianalogikan oleh Deleuze dan Guattari, merupakan hasil dari mesin hasrat yang bekerja terus-menerus sehingga menghasilkan kebaruan. 

“Yang dianggap baru adalah kelanjutan yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya,” katanya.

Sebuah kebaruan sangat mustahil dicapai ketika terjadi kemelekatan tubuh pada sebuah norma sosial, kemelekatan pikiran pada sistem mutlak pengulangan (tradisi), kemelekatan pada hirarki yang membentuk tubuh seolah berkembang (menuju kebaruan) namun sejatinya rapuh (penuh pengulangan dan tidak bergerak). 

Kata Purwita, Deleuze dan Guattari merumuskan dua tipikal bentuk masyarakat yaitu pohon dan tumbuhan rimpang atau rizoma, keduanya terdiri dari struktur, pohon dengan awal (akar) dan akhiran (ranting), sedangkan rimpang memiliki batang tumbuhan yang tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah dengan struktur tubuh beruas yang selalu menghasilkan tunas juga akar baru. 

“Pohon jika dipotong batangnya sangat memungkinkan untuk sebuah pohon menjadi mati sedangkan rizoma apabila dipotong maka ruas yang dipotong tersebut melahirkan akar dan tunas baru. Singkat kata, Rizoma selalu menumbuhkan realitas-relaitas baru meskipun dipotong menjadi bagian kecil, hal ini tidak berlaku dalam realitas pohon,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menurutkan kerja mesin hasrat harusnya layaknya rizoma dalam sebuah garis kreativitas, meski diputus maka akan tetap tumbuh menghasilkan akar dan tunas baru. Sehingga, dengan kata lain tubuh dalam konteks sosial tidak mesti berada dalam keterikatannya dalam sistem hirarki yang mengekang, melainkan ia dapat melekat dan juga terlepas darinya. 

Karya Wayan Paramarta

Kreativitas tidak dipandang sempit hanya milik kuasa seniman, setiap orang memiliki kreativitasnya tersendiri tergantung dari seberapa banyak mereka mengupayakan daya kreasi dan dalam bentuk apa daya itu disalurkan. 

Empat perupa Ida Bagus Putu Purwa, Wayan Paramartha, A.A. Ngurah Paramartha, dan I Made Budiadnyana bersepakat bahwa pada masa yang dipaksa jeda oleh pandemi Covid-19 yang sampai hari ini telah menginjak satu tahun mereka ingin menyampaikan bahwa kreativitas tersebut tidak dapat dihentikan, aktivitas untuk bertemu, berdiskusi, membicarakan karya dan berkarya terus dirawat serupa kehidupan tumbuhan rimpang. 

Mereka mulai melihat kembali perjalanan-perjalan pada awal bergelut dengan dunia seni rupa, mengevaluasi diri secara sederhana sehingga timbul sebuah keinginan untuk merubah pola. Pola yang dimaksud disini adalah bagaimana mereka kembali mengevaluasi bentuk-bentuk sistem praktik dalam kerja kesenimanan baik dari persoalan pola kerja secara personal maupun bentuk sistem manajerial. Melalui kesepakatan ini kemudian, mereka berempat menyepakati untuk mengkonstruksi sebuah pemikiran tentang manajerial dalam pameran.

Rizoma dipilih berdasarkan kenyataan bahwa apa yang mereka lakukan selama pandemi adalah tetap menjaga api kreativitas dengan berkarya, lebih dari itu bahwa ada potongan-potongan realitas lain yang menawarkan kebaruan dan harus dihidupkan. 

“Bagai rimpang (rizoma) terus menumbuhkan akar dan berkembang di dalam tanah serta memunculkan tunas baru walaupun dipotong berkali-kali,” ujar Purwita.(wan)