Teknis Pungutan Wisman 10 Dolar AS Perlu Dibicarakan dengan Maskapai

Selasa, 22 Januari 2019 : 18.57
Wakil Ketua Umum DPP Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) I Made Ramia Adnyana
KUTA (inibali.com)--Rencana pungutan 10 dolar AS bagi wisatawan mencanegara yang berwisata di Bali perlu dibicarakan dengan pihak maskapai penerbangan, terutama perihal detail teknis pungutan.

Wakil Ketua Umum DPP Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) I Made Ramia Adnyana S.E.,M.M., CHA. mengatakan mendukung rencana pungutan yang dicanangkan dalam Ranperda Kontribusi Wisatawan untuk Pelestarian Lingkungan Alam dan Budaya Bali yang diajukan Gubernur Bali I Wayan Koster.

"Namun ada beberapa hal krusial yang harus dipertajam dan didetailkan. Salah satunya menyangkut teknis tatacara pungutan kepada turis asing ini," katanya, saat ditemui di Hotel Sovereign Kuta, Senin (21/1/2019).

Sejauh ini pungutan tersebut direncanakan dilakukan melalui pembayaran tiket pesawat. Tetapi, tentu perlu kesiapan maskapai dan standar prosedur operasional terkait sistem pembayaran

"Soal teknis tata cara pungutan ini harus dibicarakan dan dibahas lebih intensif dan detail dengan pihak maskapai penerbangan," ujar Ramia.

General Manager (GM) Hotel Sovereign Kuta itu menambahkan, beberapa hal yang perlu dibuatkan panduan dan kesepakatan dengan maskapai atau pihak penerbangan seperti berapa lama bisa membuat laporan untuk dana pungutan ini masuk ke kas daerah.

Lantas, tambahnya, apa kontribusi Pemprov bali untuk maskapai penerbangan terkait pungutan ini? Bagaimana pengawasan terhadap maskapai dan berbagai aspek teknis lainnya?

"Itu semua harus dirinci melalui aturan nyang jelas, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pemda maupun maskapai." ujar Ramia yang juga Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung.

Ia menambahkan teknik pungutan yang paling sederhana memang menjadi satu dengan tiket pesawat. Jadi tidak perlu ada antrean membayar di bandara.

"Apalagi, kabarnya ada penolakan dari pihak Angkasa Pura I jika pungutan dilakukan di bandara," ungkap Commisioner of Global Hospitality Expert (GHE) itu.

Ia yakin pungutan wisman 10 dolar AS akan membuat pariwisata Bali lebih berkualitas baik dari sisi layanan, pengelolaan destinasi, dan dari sisi wisatawan asing yang datang ke Bali.

"Dengan pungutan 10 dolar AS kami yakin wisman yang datang akan lebih berkualitas, karena upaya ini juga akan menjadi filter wisatawan yang akan masuk ke Bali," cetusnya.

Jika wisatawan asing yang ingin ke Bali adalah wisatawan berduit, maka mereka tidak akan menganggap pungutan itu memberatkan. Sebaliknya, jika wisatawan yang datang ecek-ecek ingin liburan serba murah, mereka akan pikir-pikir ke Bali.

Ramia mengaku tidak terlalu khawatir jika pungutan ini akan menurunkan kunjungan turis asing ke Bali. Sebab pungutan sejenis yang dirancang Bali atau tourist tax sudah biasa di negara lain.

Seperti misalnya di negara Eropa yang dikenal dengan green tax yang digunakan untuk pelestarian lingkungan. Sementara di sejumlah negara Asia juga dikenakan pungutan serupa kepada turis asing. Misalnya di Jepang dikenal sebagai sayonara tax.

Tourist tax tersebut di beberapa negara juga dipungut atau disatukan dalam tiket pesawat. Sama seperti yang direncanakan di Bali.(wid)