Perupa Ketut Jaya Kaprus, Made Palguna, dan Lekung Sugantika sedang melukis tubuh model. (inbali.com) |
Para model dengan penutup tubuh minim menyebar di lokasi festival dan dilukis oleh 13 seniman yakni Made Palguna, Made Bhakti Wiasa, Gede Surya Dharma, Galung Wiratmaja, Lekung Sugantika, Made Duatmika, Somadita, Ketut Jaya Kaprus, Ida Bagus Rai Janardana, Wandira, I Kadek Arwanda Dwipayana Putra, Kadek Dem, dan IB Raka Bugian.
Jumlah model dan seniman merupakan angka yang menunjukkan tahun ke-13 festival yang digelar sejak 2006. Selama kegiatan body painting, dipanggung utama menyajikan berbagai acara hiburan di antaranya dari Sanggar Musik Indra Lesmana (Smile).
Koordinator body painting Ida Bagus Sutama mengatakan olah seni melukis tubuh di festival ini merupakan ajang kreativitas dan tantangan bagi seniman.
“Seniman dituntut berkarya di tempat terbuka, disaksikan banyak orang, dan harus menyelesaikan karya sesuai waktu yang telah ditetapkan dengan menggunakan tubuh manusia sebagai kanvas,” katanya.
Tema yang ditetapkan kali ini sama dengan yang diangkat Boost Sanur Village Festival yakni 'Mandala Giri', yang mengajak siapa saja untuk memberikan perhatian kembali kepada gunung, sebagai respons atas erupsi Gunung Agung.
Sesuai dengan tema, para seniman pun mengeksplorasi berbagai citraan tentang gunung dan lingkungannya. Gunung dalam konsep masyarakat Bali merupakan pusat spiritual dan sumber kehidupan yang harus dijaga kelestariannya.
Melukis pada tubuh telah dilakukan oleh sejumlah suku di berbagai belahan dunia yang menjadI bagian dari ritual adat. Mereka pada umumnya mengunakan pewarna alami atau mengambil material lumpur serta buah-buahan. Sebagian suku juga melakukannya sebagai tato yang berkembang hingga ke kehidupan masyarakat modern.
"Pewarna yang digunakan body painting kali ini menggunakan material khusus yang ramah bagi tubuh, seperti halnya bahan kosmetika yang aman," katanya.
Body painting tidak selalu menggnakan seluruh tubuh, tetapi ada yang menggunakan bagian tertentu sesuai dengan artistika yang diinginkan sang seniman. Kanvas menggunakan tubuh –yang klebanyakan perempuan—mengalami kebangkitan pada 1960-an yang didorong oleh liberalisasi adat-istiadat sosial mengenai ketelanjangan dan sering muncul dalam bentuk sensasional atau eksibisionis.
Sutama mengatakan body painting belakangan banyak mewarnai festival dan menjadi atraksi yang ditunggu-tunggu. “Selain menyajikan karya seni di atas tubuh, body painting juga menghibur pengunjung suatu pameran atau festival,” ujarnya.
Sanur Village Festival sejak 2006 selalu menghadirkan bodi painting. Kata Sutama selain kian mendatangkan pengunjung, minat seniman juga meningkat. Pada ujung pekan ini body painting di Pantai Matahari Terbit menjadi ajang rekreasi tersendiri di tengah banyaknya kegiatan festival.(wan)