Sanur Village Festival: Seni Budaya, Industri Kreatif & Citra Pariwisata

Jumat, 20 Juli 2018 : 08.47
BERBEKAL semangat, kreativitas dan kerja keras, Sanur Village Festival mampu membangun festival mandiri dengan memberdayakan seluruh potensi warga. Para wisatawan dunia pun mulai mencatat sebagai agenda tahunan untuk mengunjungi Sanur.

Festival adalah salah satu industri kreatif yang sangat berkembang pesat di Indonesia. Hampir di setiap daerah yang memiliki potensi dan keunikan memberanikan diri membuat festival. Festival dipercaya mampu menyumbangkan angka kunjungan wisatawan yang meningkat. Kondisi ini tidak lepas dari semangat setiap daerah dalam hal saling berebut kunjungan wisatawan, baik itu domestik maupun internasional.

Di tengah persaingan destinasi pariwisata yang kompetitif, Sanur telah membuktikan mampu mewadahi inovasi dan kreativitas warganya yang selaras dengan kebutuhan industri pariwisata. Festival desa berselara dunia ini telah melewati liku-liku panjang, dimana ditangan Ida Bagus Sidharta atau yang dikenal Gusde mampu mengembangkan kreasi yang berasal dari kekayaan alam, seni dan budaya serta kreativitas masyarakat Sanur.

Ketua Umum Sanur Village Festival (SVF) Ida Bagus Gede Sidharta mengatakan kegiatan ini tidak bisa hanya bertumpu pada kretivitas yang selama ini mengisi festival, tapi juga harus memiliki karakter dan didukung oleh masyarakat dan pelaku pariwisata untuk menjadi festival yang benar-benar mandiri.

Pada SVF 2016 Menteri Pariwisata Arief Yahya telah memberikan predikat festival ini sebagai ‘benchmark’ pariwisata berbasis masyarakat yang terbaik. Penilian yajg sama ia ungkapokan kembali saat membuka SVF 2017.

Melalui SVF, Ida Bagus Gede Sidharta yang akrab disapa Gusde, ingin mengajak seluruh warga Desa Sanur untuk mempertahankan keunggulan citra budaya dan pariwisata yang dimiliki. Ia juga menekankan keniscayaan keterlibatan industri kreatif dalam kegiatan ini bakal mendongkrak perekonomian Sanur dan sekitarnya. Gusde juga menghadirkan tokoh dunia bisnis, pariwisata, seni dan budaya untuk dimintai masukan bagi peningkatan nilai festival.


Gusde yang juga Ketua PHRI dan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kota Denpasar ini  mengatakan salah satu industri pariwisata yang merasakan imbas langsung dari SVF adalah jasa hotel dan kuliner di sekitar Sanur. Apa yang dilakukan Gusde dalam penyelenggaraan SVF seolah memberi pupuk yang dapat menyuburkan ekosistem bisnis pariwisata.

Tak ketinggalan, ekspose media tentang pelaksanaan SVF telah menjadi perhatian banyak pihak, terutama daerah-daerah lain untuk dapat menggali potensi dan kemandirian desa dalam menciptakan ragam industri kreatif melalui festival. Penyebaran informasi melalui berbagai platform media sosial juga mampu menjangkau seluruh dunia.

Sanur Village Festival 2018 bakal digelar pada 22-26 Agustus dengan tema ‘Mandala Giri’ yang merupakan sebuah semangat pemikiran untuk memusatkan perhatian kembali kepada Gunung Agung. Ketika aktivitas vulkanik Gunung Agung meningkat pada November 2017 dan berulang erupsi hingga saat ini adalah kenyataan yang memberikan refleksi dalam hal kemanusiaan, persaudaraan, dan pendekatan terhadap alam.

Meskipun tidak memiliki gunung, tetapi dari kawasan Sanur dapat disaksikan panorama Gunung Agung yang anggun. Selain itu Sanur memiliki pura yang merupakan pelinggih Gunung Agung, seperti terdapat di Pura Giri Kusuma yang bermakna candi bunga yang dibangun di tengah air. Hal ini mencerminkan telah adanya kesadaran pentingnya gunung.

Bagi masyarakat Bali, letusan gunung bukan hanya sebagai pralina, tetapi juga utpeti atau proses penciptaan kehidupan baru. Aliran mineral yang dibawa oleh air dan abu gunung memberikan kesuburan dan kerahayuan atau kesejahteraan. Peristiwa erupsi juga diartikan sebagai tanda-tanda alam bagi kehidupan manusia.

Saat Gunung Agung meletus pada 1917, dianggap sebagai teguran dewata karena manusia mengabaikan Pura Besakih. Begitu letusan pada 1963 dipercaya sebagai bentuk kemarahan dewata karena terjadi ketidakseimbangan lingkungan serta tingkah laku manusia yang lalai menghormati dewa.

Meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung secara sains telah banyak dikupas, tetapi di balik itu barangkali bisa dimaknai pula secara spiritual sebagai tanda-tanda alam yang memberikan kesadaran bagi manusia untuk mengambil kearifan penyikapan ke depan.


Semangat ini hendak dihimpun menjadi kekuatan yang senantiasa menyadarkan kita untuk berempati, ‘menyama braya’ maupun hormat dan berbuat yang terbaik bagi alam. Masyarakat Bali yang menjujung filosofi kehidupan Tri Hita Karana, dingatkan secara terus-menerus untuk menjaga Bali baik secara keduniaan maupun taksunya.

Semangat kekeluargaan, gotong royong (ngayah), metetulung, dan rasa memiliki telah terbukti mengantar festival ini menjadi kegiatan komunal yang memberikan kemanfaatan nyata bagi warga dan sejumlah komunitas desa pesisir ini dan sekitarnya. Spirit kreativitas, motivasi, dan inovasi ala Sanur yang diwadahi dan disalurkan melalui festival ini bakal terus dikembangkan untuk mewujudkan tatanan sosial dan budaya yang berkesejahteraan dan berkedamaian.

Gusde terus melakukan eksplorasi untuk menghadirkan inovasi baru bagi kemajuan Sanur. Melalui Sanur Village Festival ia berupaya menghasilkan produk-produk industri ikutan yang sangat diperlukan bagi pengembangan bisnis masa depan. (Yudha Bantono).