Suasana Sanur Internasional Kite Festival, Sabtu (5/8/2017). |
Sejak pagi hingga malam hari antusiasme pengunjung terus mengalir, menyaksikan laga 64 peserta dari 19 negara dan 58 peserta dari berbagai kota di Indonesia. Gemuruh sorak-sorak rare angon (pencinta layang-layang) ditingkahi lantunan gamelan balaganjur membuat suasana kian meriah.
Rai Mantra mengatakan sangat menikmati suasana festival dan mengapresiasi berbagai kegiatan kreatif di Kota Denpasar seperti Sanur Village Festival yang dirangkai dengan berbagai kegiatan, termasuk Sanur International Kite Festival yang rutin diadakan setiap tahun.
“Selain mendukung pelestarian kebudayaan layang- layang juga berdampak ekonomis, apalagi kegatan ini bisa mendatangkan rare angon mancanegara,” kata Rai Mantra usai ikut menerbangkan layang-layang naga.
Kata dia kegiatan festival ini harus terus dikembangkan dan dipertahankan sebagai suatu wadah dalam bentuk penguatan kebudayaan. Layang-layang merupakan atraksi budaya yang sudah ada sejak dahulu diharapkan terus terjaga di tangan anak-anak muda yang kreatif . Pada kesempatan itu Rai Mantra menyematkan pin emas kepada sesepuh rare angon yakni AA Rai Giri Bunadhi, Si Nyoman Adnyana, Ketut Mona (almarhum), dan Priyono.
Ketua Panitia Sanur International Kite Festival Kadek Dwi Armika mengatakan festival ini merupakan bagian dari BritAma Sanur Village Festival yang menjadi salah satu sirkuit layang-layang yang dinantikan para master dunia. “Para peserta internasional ini berjanji akan menceritakan pengalaman mereka di Bali kepada sesama pelayang di negara masing-masing,” katanya.
Sekitar 2.000 layang-layang diterbangkan sepanjang pelaksanaan festival. Selain menampilkan layang-layang tradisional bebean, pecukan dan janggan, festival ini juga menghadirkan layang-layang kreatif dan kontemporer. Pada Sabtu pagi hingga sore diterbangkan 500 layang-layang dan dilanjutkan malam hari 34 layang-layang dalam sesi wayang di angkasa.
Pergelaran kolosal wayang di udara menampilkan lakon dengan tema Bhinneka Tunggal Ika yang juga merupakan semboyan NKRI yang diambil dari Kekawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Tema yang sarat filosofi ini diterjemahkan para kreator layang-layang dalam berbagai figur dari pewayangan.
Sari Madjid, salah satu peserta yang juga pegiat Masyarakat Layang-layang Indonesia mengatakan festival ini telah mampu menunjukkan kekayaan budaya nusantara. Festival ini merupakan wujud transformasi sekaligus revitalisasi budaya.
“Layang-layang tradisi tetap dipertahankan dan dilestarikan, sementara itu layang-layang modern dan kontemporer juga terus bertumbuh di berbagai wilayah,” katanya.
Hal senada disampaikan Gerrad Clemment asal Perancis yang menilai festival ini sangat bagus, menarik, dan salah satu yang terbesar di dunia. Selain itu, dia merasakan hubungan antarpelayang yang akrab bersahabat menjadikannya pengalaman tak terlupakan. “Bagi kami, satu langit, satu bumi, satu keluarga, one sky, one earth, one family,” ujarnya.
Ketua Umum BritAma Sanur Village Festival Ida Bagus Gede Sidharta Putra mengatakan festival layang-layang tahun ini semakin menunjukkan kelasnya dengan keterlibatan para master layang-layang dunia. (wan)