Lumba-Lumba di Serangan Diatensi Lembaga Pencinta Satwa Internasional

Rabu, 25 Januari 2017 : 17.44

DENPASAR(inibali.con)-Kasus konflik investasi antara Desa Adat Serangan dengan PT Piayu Samudera Loka yang memiliki atraksi lumba-lumba bagi wisatawan diyakini akan berdampak pada keberlanjutan hidup lumba-lumba selanjutnya. Pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Femke Den Haas saat dikonfirmasi di Denpasar, Rabu (25/1) menjelaskan, JAAN memiliki kecemasan tersendiri terkait dengan konflik investasi antara PT Piayu Samudera Loka dengan Desa Adat Serangan akan berdampak pada lumba-lumba. 

"Makanya kami bersurat secara resmi kepada PT Piayu Samudera Loka dan kepada Desa Adat Serangan yang isinya siap membantu menyelamatkan 9 ekor lumba-lumba yang ada di kolam Pulau Serangan milik PT Piayu Samudera Loka. Kami siapkan tenaga medis, makananan, obat-obat, untuk menyelamatkan lumba-lumba yang ada. Sebenarnya suratnya sudah kami kirimkan, tetapi karena ada kesalahan teknis sedikit maka besok (Kamis, 26/1) akan kami kirim ulang baik ke PT Piayu Samudera Loka maupun ke Desa Adat Serangan agar kami bisa menyelamatkan lumba-lumba tersebut," ujarnya.

Femke menjelaskan, dirinya bersama beberapa staf lainnya langsung mendatangi Desa Adat Serangan sehari sebelumnya. Ia sudah bertemu langsung dengan pihak desa adat, berkomunikasi langsung dengan aparat desa adat terkait dengan kelangsungan hidup lumba-lumba di Serangan. "Pihak Desa Adat sangat well come, mereka prinsipnya inginnya lumba-lumba selamat. Mereka mempersilahkan kepada kami untuk mengambil langkah-langkah bila satwa milik negara itu terancam keselamatannya," ujarnya. 

Femke menyebut Desa Adat Serangan sangat mengapresiasi kepeduliannya terhadap lumba-lumba di Serangan. Bila sudah mendapatkan respon dari pihak perusahan, dirinya akan menyiapkan ikan segar 10 ekor perhari perekor bagi 9 ekor lumba-lumba yang ada di kolam seluas 20x40 meter tersebut. "Lumba-lumba itu minimal sehari perekor makan ikan hidup 10 ekor. Ternyata di Serangan hanya kasih 8 ekor perhari. Itu pun dipotong-potong, disuruh berenang dulu, hibur dulu tamunya, baru diberi makan," ujarnya.

Ia menjelaskan, apa pun alasannya entah itu demi kepentingan edukasi masyarakat, pelestarian lumba-lumba, memenjarakan lumba-lumba di kolam itu melanggar hak hidup lumba-lumba sebagai satwa yang dilindungi UU. Hal ini bisa dilihat dari UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan kemudian dipertegas lagi dengan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Lumba-lumba adalah mamalia laut yang dilindungi dan pasal 40 UU No 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang sanksi hingga saat ini tidak pernah diterapkan. "Semua atraksi lumba-lumba di Indonesia, termasuk di Bali itu melanggar. Dan Kementerian Kehutanan yang mengeluarkan izin kepada para investor telah melegalkan pelanggaran itu," ujarnya.

Ia membeberkan beberapa fakta yang terjadi. Saat lumba-lumba itu dikurung dalam kolam, maka kebiasaan lumba-lumba yang merenang ratusan kilometer akhirnya hilang. Lumba-lumba disuruh memainkan atraksi baru diberi sepotong ikan yang belum tentu ikan segar atau ikan hidup. Itulah sebabnya banyak lumba-lumba yang ada di kolam, bila dicek di gudang kolam atau cek ke dokternya, selalu ada obat maag. Belum lagi banyak lumba-lumba yang sakit kulit, matanya terluka dan seterusnya. "Jadi apa pun alasannya, mengurung lumba-lumba di kolam itu salah karena melawan hukum alam lumba-lumba itu sendiri. Apalagi seluruh lumba-lumba di kolam di Indonesia ditangkap di laut lepas," ujarnya. Ia mendesak, agar lumba-lumba terutama yang sedang konflik seperti di Desa Adat Serangan sebaiknya dilepas ke alam bebas dan sebelum dilepas dipastikan dalam kondisi sehat.

Sementara Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA Bali Ketut Catur Marbawa menjelaskan, sampai saat ini ada 19 ekor lumba-lumba yang digunakan untuk atraksi wisata di Bali. "Kalau di Bali tidak teralu banyak. Masih kurang dari 20 ekor. Semuanya sudah memenuhi persayaratan legal formal dan sudah mendapatkan izin Kementerian Kehutanan," ujarnya. Terkait dengan konflik di Desa Adat Serangan, pihaknya selau melakukan kontrol. "Kami sudah koordinasi, jika selama konflik terjadi, ada jaminan dari perusahan untuk kelangsungan hidup lumba-lumba. Satwa ini milik negara. Kalau sampai mati atau terluka, maka kita akan proses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya. 

Ia sudah berkoordinasi dengan Desa Adat, agar tidak menghalang-halangi pihak-pihak yang merawat keberlangsung hidup lumba-lumba. Dari 19 ekor lumba-lumba atraksi di Bali, terbanyak berada di PT Piayu Samudera Loka sebanyak 9 ekor. Sisanya tersebar di beberapa titik lainnya dengan pemanfaatan yang sama.