“Class Action” Kadin Bali Tabuh Gendang Perang Moratorium

Selasa, 01 Maret 2016 : 12.05

Ketum Kadin Bali bersama sejumlah peserta Diskusi Publik, Senin (29/2/2016)

DENPASAR (inibali.com) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali mulai panas dengan isu moratorium. Keputusan moratorium sudah dua kali gagal seperti tak bertaring saat menghadapi pemerintah tingkat II dan pusat. Kadin Bali pun menabuh gendang perang dengan pernyataan class action atau gugatan bersama apabila moratorium pembangunan akomodasi hotel di Bali Selatan tak dilaksanakan.

Tahun 2001 saat Gubernur Dewa Beratha dan 2010 saat Gubernur Made Mangku Pastika moratorium seperti macan ompong. Justru tahun-tahun tersebut saat ada moratorium justru pertumbuhan hotel booming. "Kami akan lakukan class action. Kami sudah persiapkan tim advokasi Kadin," ucap Ketua Kadin Bali, Anak Agung Alit Wiraputra dalam Diskusi Publik Peluang dan Tantangan Pariwisata Bali di Era MEA, Senin (29/2/2016)

Melalui class action itu, pihaknya siap menguji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan izin pembangunan akomodasi perhotelan yang dikeluarkan di tengah moratorium. "Kami akan ajukan uji materi dan bila perlu pembatalan ke MK dan aparat hukum lain agar hal ini tidak terjadi," imbuhnya.

Kadin Bali, lanjut dia, juga menggandeng Kejaksaan dan aparat berwajib lainnya agar bisa melakukan pemeriksaan apabila izin pembangunan hotel tersebut terbit. Beberapa waktu lalu, Kadin Bali menyurati Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Kota Denpasar dan beberapa daerah lain terkait moratorium izin pembangunan hotel di Bali Selatan.

Kadin menilai, kawasan selatan Pulau Dewata telah jenuh dengan maraknya pembangunan hotel. Bahkan perang tarif pun sudah terjadi akibat tak seimbangnya supply and demand. Jika terus dibiarkan pariwosata Bali bisa hancur karena beban industri akan makin tinggi akibat persaingan yang tidak sehat.

Ia pun sadar apa yang dilakukannya untuk menggoalkan moratorium sulit. Apalagi saat di wilayah selatan akan ada mega proyek kawasan perhotelan 10.000 kamar. “Ini demi kebaikan Bali. Harus ada moratorium selama 10 tahun untuk penataan industri pariwisata yang lebih baik,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Perry Markus, menjelaskan bahwa kepala daerah tidak bisa menyetop sendiri izin pembangunan hotel. "Setelah kami lihat, moratorium tidak bisa juga dilakukan kepala daerah. Ternyata itu harus masuk ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Di sanalah yang menggodok apakah mereka bisa memasukkan itu dalam daftar negatif investasi, yang mana yang boleh dan tidak boleh," katanya.

Diungkapkan, saat ini Bali memiliki sekitar 130.000 kamar dengan jumlah room night sekitar 115 juta per tahun dengan asumsi satu kamar digunakan untuk dua orang (130.000*2*365). Sementara jumlah kunjungan diperkirakan baru 11 juta, jika masa tinggal tamu sekitar 4 haruli maka setahun jumlah room night sekitar 44 juta. “Ini yang menyebabkan okupansi anjlok hingga diangka 30 persen. Lantas apa kita masih perlu menambah kamar lagi,” ungkapnya. (wid)