Regenerasi, Petani Bali Usianya 50 Tahunan

Jumat, 02 Desember 2016 : 15.38

DENPASAR (inibali.com) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan, saat ini petani Bali rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun. Hal ini disampaikan Pastika saat membuka Musyawara Daerah (Musda) Wanita Tani Indonesia untuk Provinsi Bali yang merupakan Ormas sayapnya HKTI di Denpasar, Jumat (2/12). 

Menurut Pastika, banyak sarjana pertanian di Bali tetapi tidak mau menjadi pertanian. "Ada banyak sarjana pertanian, tetapi mereka tidak mau menjadi petani. Mereka lebih suka bekerja di sektor lain yang lebih mudah mendatangkan uang. Saat ini di Bali, rata-rata yang menjadi petani usianya sudah 50 tahun ke atas. Lama-lama petani di Bali tidak ada dan yang ada adalah buruh tani," ujarnya.

Pastika menyebut, minimnya generasi muda yang bergelut di bidang pertanian karena berbagai alasan. Salah satunya karena pendapatan seorang petani itu relatif kecil sementara tuntutan hidup semakin hari semakin tinggi. 

"Petani yang tidak mau berinovasi, yang tidak mau mengembangkan teknologinya, yang tidak mau mencari pasar maka penghasilannya tetap akan rendah. Saya ini bukan ahli pertanian. Saya ini mantan polisi. Tetapi saya sedang berpikir bagaimana agar petani Bali minimal memperoleh penghasilan minimal Rp 3 juta perbulan. Tolong yang ahli pertania, bisa membantu bagaimana mencarikan jalan agar petani Bali bisa mendapatkan penghasilan yang tinggi," ujarnya.

Pastika mencontohkan, di Jepang, seekor sapi seberat 300 kilogram bisa dihargai Rp 100 juta. Sementara di Indonesia harga paling tinggi Rp 7 juta. "Sapi Bali yang katanya sangat terkenal itu, ternyata harganya sangat murah. Cukup yang 300 kilog dihargai Rp 20 juta saja, maka makmurlah rakyat Bali. Jadi para ahli pertanian, tolong carikan bagaimana mencari solusinya.

Menurut Pastika, potensi penghasilan petani sebenarya sangat tinggi dan bahkan bisa pasive income. Di Bali misalnya, ada sekitar 4,2 juta penduduk Bali. Bila ditambah dengan wisatawan dan orang yang bekerja di Bali maka jumlahnya sekitar 5 juta orang. 

"Nah, jumlah penduduk ini butuh makan setiap hari. Ada 5 juta mulut yang makan setiap hari. Dan ini butuh hasil pertanian. Butuh 500 kilogramg cabe,  1 juta buah,  1 juta telur,  1 juta ekor ayam,  1 juta ekor bebek,  1000 kilogram daging sapi,  6 ton lele perhari.  Jadi harusnya orang Bali mampu untuk makmur sehingga tidak ada alasan petani Bali miskin. 

Di Restoran Ikan Bakar Cianjur misalnya, perhari butuh 5 kilogram gurame, tetapi tidak ada satu kilo pun yang berasal dari Bali. Ini peluang bisnis yang luar biasa. Dimana semua sarjana pertanian Bali," ujarnya sinis.

Pastika jugha berharap agar Misa Wanita Tani berjalan lancar dan demokratis sehingga ke depan dapat memajukan sektor pertanian Bali. Selama ini HKTI telah melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam mendampingi petani, namun semua itu harus ditingkatkan untuk menghadapi tantangan di dunia pertanian. 

Untuk di Bali, kendala utama adalah alih fungsi lahan,  persaingan pasar yang sangat ketat, banyaknya orang yang mengambil keuntungan dalam tani sehingga pendapatan petani rendah. Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan bantuan sarana produksi maupun infrastruktur, termasuk dalam program pendampingan subak di dalamnya. 

Salah satu wujud untuk mengembangkan pertanian terintegrasi di Bali adalah dengan program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri). Saat ini telah ada 600 Simantri serta sudah terintegrasi dengan hotel. (ar)