Manajemen Level 21 Mall Bantah Langgar Perwali Kota Denpasar

Jumat, 16 Desember 2016 : 18.20
Manajemen Level 21 Mall membantah melanggar aturan Kota Denpasar, Jumat (16/12/2016)

DENPASAR (inibali.com) - Pihak manajemen Level 21 Mall Denpasar membantah tudingan jika bangunan melanggar perizinan dan Perda Kota Denpasar, soal keberadaan Bioskop dan seluruh persyaratan administrasi lainnya. Presiden Direktur Level 21 Mall Denpasar Cakra N, Jumat (16/12) menjelaskan, tudingan yang dialamatkan selama ini untuk bahwa Level 21 Mall Denpasar melanggar perizinan dan seluruh persyaratan lainnya sangat tidak benar. 


"Kami sudah memiliki izin seluruhnya seperti IMB, Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP), Sura Izin Tempat Usaha (SITU), Tanda Daftar Perusahan (TDP). Ada juga tudingan bahwa kami mematikan usaha lain sejenisnya. Tidak ada niat sama sekali untuk mematikan izin usaha lain. Marilah kita bersaing secara sehat," ujarnya dengan suara tinggi.

Ia menegaskan, saat ini pihaknya sudah berhasil mempekerjakan 1500 orang tenaga kerja yang seluruhnya adalah warga Denpasar. Hanya sekian kecil orang yang berasal dari luar Denpasar. Pajak mall, pajak bioskop, pajak restoran, pajak parkir semuanya transparan. "Contoh saja pajak bioskop, belum sampai sebulan sudah disetor lebih dari Rp 255 juta. Kami dengan niat yang sangat baik untuk menjadikan mall ini menjadi kebanggan warga Kota Denpasar agar menjadi mall ini sebagai tempat rekreasi keluarga," ujarnya.

Ia menjelaskan, persoalan awal adalah gedung bioskop yang dikatakan berdekatan dengan gedung bioskop lainnya. Gedung aslinya memang sudah ada bioskop di lantai atas. Semua unsur yang dimintakan oleh tim sudah dipenuhi semua. Pihak 21 Mall di Denpasar, membantah tudingan adanya pelanggaran dalam pendirian bangunan. "Perlu diluruskan bahwa kami tidak punya niat untuk tidak tertib pada aturan apalagi menghancurkan usaha lain yang ada di Bali ini. Mari kita bersaing dengan baik dalam hal usaha dan memberikan hiburan terbaik buat masyarakat di Denpasar Bali ini. Seluruh perizinan pun sudah kami lengkapi sesuai dengan ketentuan," ungkapnya.

Ia mengaku, selama ini pihaknya selalu mendapatkan tudingan bahwa usahanya telah melanggar perizinan dan telah melabrak berbagai peraturan yang ada. "Kami tidak tahu aturan mana yang dikatakan kami labrak. Bahkan untuk setiap perizinan selalu kami bahas agar tidak ada kesalahan dalam hal perizinan. Dan kami menyiapkan itu semua dalam kurun waktu yang relatif lama," akunya. Termasuk soal masalah ketinggian bangunan yang dianggap melanggar. Menurut Direktur Level 21 Mall,Joniari Panca Himawan, persoalan ketinggian sudah berulang kali terjadi pemotongan. "Dulu benar ada masalah dengan ketinggian, terus kami potong. Hingga kami pakai arsitektur asal Bali dari IAI agar sesuai dengan stile Bali," kata Panca.



Untuk diketahui, kasus ini mencuat lantaran ada dugaan 21 Mall Denpasar telah melanggar Perda No 5 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung, dan Perda 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031. Dalam aturan itu tertulis dimana 70 persen total luas lahan bangunan fisik dan 30 persen untuk Ruang Terbuka Hijau termasuk Parkir. Realitanya diduga Level 21 Mall telah mencaplok sekitar 10 persen lahan terbuka yang dimanfaatkan untuk bisnis. Pada permohonan Pendaftaran  Cinema XXI, tanggal 26 Oktober 2016,  Izin Operasional atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) terbit 4 November 2016. Sementara Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Pengaturan Pendirian Bioskop diterbitkan dan diundangkan tanggal 29 Agustus 2016.

Pakar Arsitektur dan Pengamat Tata Ruang, Prof Dr. Ir Putu Rumawan Salain mengatakan, bila perizinan itu melanggar ketentuan maka harus dicabut. Menurutnya,  bangunan yang melanggar ketinggian saja bisa dibongkar apalagi berkaitan dengan perizinan. “Kalau perizinan itu melanggar aturan yang lebih tinggi, tentunya atasan bisa menarik aturan itu. Tapi saya yakin TABG (tim ahli bangunan gedung) sudah dengan teliti melakukan kajian sehingga bisa keluar perizinan tersebut,” kata Rumawan Salain.

Apakah dengan temuan pelanggaran ini menjadi pintu masuk Walikota dan Wakil Walikota untuk mengevaluasi staf, khususnya di bidang perizinan? “Saya pikir Pak Walikota dan Wakil Walikota mempunyai visi dan misi dalam pembangunan.  Dan masing-masing SKPD mesti menjalankan aturan yang ada. Temuan itu,  feedback untuk kinerja.  Memang kadang ada kekurangan, tapi itu  tak dilakukan dengan sengaja," ujarnya. 

Lanjutnya untuk mengetahui ada pelanggaran atau tidak,  harus ada temuan dan pengaduan dari masyarakat. "Tak bisa semua kesalahan dilimpahkan ke pemerintah,” tegasnya sembari menekankan 5 kilometer dari Perwali 31/2016 tentang Pendirian Bioskop menjadi titik kunci pertimbangan keluarnya izin operasional.  Dalam konteks pelanggaran ini, menurut Pakar Hukum Perizinan dan Hukum Lingkungan dapat ditempuh dengan dua cara yakni pencabutan atau pembatalan bisa melalui atasan dalam hal ini Walikota atau bisa ditempuh melalui ke Peradilan Tata Usaha Negara karena obyeknya adalah Tata Usaha Negara. 


Ditambahkan, persoalan bioskop juga  menjadi bermasalah karena ada Perwali 31/2016 tentang pengaturan dan pendirian bisokop. “Persoalannya, sah atau tidak bioskop ini. Untuk tahu sah atau  tidaknya,  dulu rencananya untuk apa. Kalau Gelanggang Seni, apakah bioskop masuk disitu, kan tafsirannya luas, kenapa tidak dari awal langsung peruntukannya untuk bioskop. Kalau dari awal bioskop kan selesai tak ada masalah,” tegasnya sembari meminta perlu dilihat dokumen Amdalnya, karena Amdal adalah kunci untuk mengetahui pelanggaran yang terjadi. (ar)