Kadin, Bali Harus Menangkan "Perang" Ekonomi MEA

Senin, 29 Februari 2016 : 16.24
Diskusi Publik "Peluang dan Tantangan Pariwisata Bali di Era MEA, Senin (29/2/2016)

DENPASAR (inibali.com) - Berlakunya kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2016 ini menjadi isu panas. Sejumlah pihak mengganggap MEA sebagai musibah, tapi sebagian lagi menganggap MEA ini peluang. Lantas apakah Bali yang menghandalkan sektor pariwisata sebagai lokomotif ekonomi sudah siap???.

“MEA ini adalah perang ekonomi, mulai lokal nasional dan internasional. Kita tak boleh kalah dan kita harus menang di rumah kita sendiri,” ujar Ketua Umum Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra, Senin (29/2/2016) dalam Diskusi Publik bertajuk “Peluang dan Tantangan Pariwisata Bali di Era MEA” yang berlangsung di Ayucious Resto and Lounge. Ia menyatakan sejumlah pemikiran untuk memenangkan persaingan bebas kawasan tersebut.

Dikatakan, Bali harus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini tenaga kerja yang handal. Kitapun harus memiliki pengusaha pengusaha yang tangguh yang mampu bersaing. Ia yakin dengan kwalitas SDM dan pengusaha yang didukung regulasi maka Indonesia akan memenangkan perang ekonomi ini. Iapun memiliki optimisme yang tinggi jika para pekerja sektor pariwisata bisa memenangkan persaingan.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Denpasar Wayan Gunawan menyatakan target Kota Denpasar dalam sertifikasi tenaga kerja sektor pariwisata. Berbagai upaya dan langkah untuk mencapai target tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan dan kerjasama dengan lembaga sertifikasi. "Target kami tahun 2018 seluruh tenaga kerja di Denpasar sudar tersertifikasi," jelasnya.

Anggota Komisi II DPRD Propinsi Bali, A.A Adhi Ardhana menyatakan menyoroti sejumlah program dan anggaran pemerintah. Dalam perdagangan yang semakin bebas kegiatan promosi seharusnya makin meningkat. Ia menyindir minimnya anggaran promosi pemerintah propinsi. “Kita tak bisa menghandalkan industri untuk promosi destinasi. Industri yang promosi kamar mereka. Destinasi yang tetap pemerintah,” ujarnya.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Perry Markus, menyatakan persaingan dalam MEA pasti semakin ketat. Namun iapun tetap optimis induatri dan pekerja pariwisata mampu bersaing. Ia justru khawatir dengan persaingan hotel di Bali. Ketatnya persaingan ini akibat terlalu banyaknya hotel di Bali.

Hasil penelitian yang dilakukan bersama kalangan pendidikan memperkirakan jumlah kamar di Bali sekitar 130.000 kamar. Jika kunjungan wisatawan asing 4 juta dan pergerakan wisatawan domestik sekitar 7 juta dengan masa tinggal kurang dari 4 hari maka dibayangkan okupansi hotel di Bali hanya 30 persen. “Apakah kita perlu lagi membuka izin hotel, bahkan kami sudah menyampaikan moratorium beberapa tahun lalu tapi tak jalan,” ujarnya.

Ada hal menarik saat Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata  (FSP Par) Bali, Putu Satyawira Marhaendra berseloroh. “Kita selalu mengatakan belaanda masih jauh,:”ujarnya. Hal itulah yang membuat industri, pemerintah dan pekerja kalang kabut dalam menghadapi MEA. Ada sekitar 500.000an pekerja pariwisata di Bali.

Jumlah pekerja yang bersertifikasi masih kecil dibandingkan total pekerja sektor pariwisata. Ada kesan apa yang dilakukan pemerintah dalam melakukan sertifikasi hanya sekedar. Artinya sertifikasi yang hanya mengejar jumlah bukan kwalitas. Ia pun mengandaikan sertifikasi ini seperti siaran televisi alias kejar tayang. “Kita seharusnya serius dalam melakukan sertivikasi, bukan seperti siaran televisi yang kejar tayang. Sertifikasi harusnya membuktikan kemampuan pekerja sehingga benar-benar menjadi kebanggaan dan kredibel,” sebutnya. *